Rabu, 01 Maret 2017

Never Give Up To Reach It

         Namaku Anjas dan aku memiliki seorang teman yang berbakat dalam melukis.  namanya salma. dan dia mempunyai cita-cita sebagai pelukis terkenal. Ia menjuarai beberapa perlombaan melukis dan kemenangan selalu diraihnya. 
         Namun suatu hari impiannya itu akan menjadi angan-angan saja. Dia terdiagnosa penyakit kanker dan ia ditemukan sedang pingsan di kamarnya satu hari sebelumnya. Menurut keterangan dokter, ia hanya bisa bertahan selama tiga bulan saja.
Ia datang kepadaku untuk mencurahkan musibah yang dialaminya itu.
“bagaimana ini, impianku menjadi pelukis terkenal sepertinya akan gagal” utarnya sembari bersedih hati.
“mengapa kau bisa berkata demikian?” ujar aku bertanya kepadanya.
“aku telah didiagnosa terkena kanker dan aku hanya bisa bertahan tiga bulan saja” ujarnya menjawab pertanyaanku.
“tidak, pasti kamu bisa, aku yakin itu karena sebuah penyakit bukan halangan” ujar aku membalasnya.
Dia terus menerus merendahkan dirinya dan aku sebagai teman harus terus memberinya dukungan agar impiannya tercapai, akan tetapi, dia terus menerus merendahkan dirinya sendiri dan berkata menyerah pada impiannya, aku seketika bingung harus berkata apa lagi untuk membangkitkan semangatnya karena aku sangat kasihan terhadapnya dan aku ingin semangat untuk meraih mimpinya kembali berkobar.
       Pada esok harinya, aku menemui salma di rumahnya dan tampaknya ia sudah tidak bersedih lagi mengenai impiannya, pada saat kami berdua berbincang pun, ia sepertinya sudah membaik dan tersenyum kembali, namun, aku masih yakin bahwa salma masih memikirkannya akan tetapi ia menutupi kesedihannya, aku terkejut tiba-tiba ia berkata bahwa ia akan bangkit lagi untuk mewujudkan impiannya lagi, ia juga berkata akan melukis sampai mati dan aku sebagai kawannya mendukung keras semangatnya itu.
     “aku mau melukis lagi, entah apapun yang terjadi aku akan tetap melukis meski aku akan bertahan hidup dua bulan lagi” katanya dengan nada semangat.
“bagus, aku mendukung sekali itu, jangan pernah menyerah dalam keadaan apapun” kataku memberi semangat.
Semenjak semangatnya kembali pulih, aku terus memantau setiap karyanya dan progresnya, karena dia memilih abstrak sebagai aliran, aku terkadang tidak mengerti apa yang dia lukis, .akan tetapi, tidak jarang aku melihat salma seperti orang yang memikirkan seperti apa surga itu.
Keesokan harinya, salma datang ke rumahku untuk memperlihatkan karya barunya, ada yang aneh dari lukisannya itu, tidak biasanya ia melukis sebuah pemandangan indah, aku bertanya apa yang ia lukis dan jawabanya adalah surga.
“gambar apa ini? Tumben gambar pemandangan bagus” ujar aku bertanya.
“surga, seperti itulah yang aku pikirkan selama ini, begitu indah dan tenang di sana yang akan aku tempati nantinya” jawabnya dengan tersenyum.
“rupannya kamu masih memikirkannya, sudahlah tetap semangat untuk hidup dan meraih mimpimu.” Ujar aku memberi semangat.
       Dia terus membicarakan tentang gambarannya tentang surga yang segera akan dia tempati, ternyata dugaanku benar, ia masih memikirkannya, memang kematian adalah sesuatu yang akan dialami oleh semua orang baik siap atau tidak pasti akan terjadi. Salma juga berkata bahwa telah berusaha untuk terus berjuang hidup akan tetapi penyakit itu terus menghantuinnya.
Satu bulan berikutnya, aku memberi tahunya bahwa akan ada perlombaan melukis dengan hadiah yang cukup besar dengan kriteria peserta bebas, aliran lukisan bebas dan paling maksimum lima lukisan setiap peserta dan daftar seacar online. Salma menyetujui perlombaan yang aku tawarkan dan segera mendaftarkan diri.
      Pada saat kami selesai mendaftarkan diri, terdapat pemberitahuan bahwa perlombaan akan dilaksanakan pada dua bulan depan, namun salma ingat bahwa bulan depan ia sudah tidak ada di dunia, aku sebagai kawan harus menyemangati bahwa ia bisa bertahan.
Keesokan harinya, ia mulai melukis satu demi satu, aku memantau setiap goresan karya yang ia buat, namun ada yang aneh dari situ, tertulis bahwa harus membuat maksimum lima lukisan sementara aku menghitung ada enam, aku kembali menghitungnya karena mungkin aku salah hitung, rupannya ada enam lukisan dan saat aku bertanya mengapa, ia memberiku salah satu karyanya, aku menerima dengan ikhlas dan mengucapkan terima kasih.
     Tuhan masih memberi kesempatan hidup rupannya, Mitha tetap bernafas dua bulan kemudian, dan pada saat hari perlombaan tiba, ia ditetapkan sebagai pemenang juara satu dengan kriteria lukisan terbaik, aku dan Salma sangat senang dan tidak lama kemudian seorang dermawan membeli Lukisannya seharga sepuluh juta rupiah dan banyak juga yang memintanya berfoto bersama, aku senang ketika melihat Salma kembali tersenyum seperti itu.
    Satu minggu kemudian, ibu Salma memberi kabar bahwa ia meninggal dunia, aku terkejut mendengarnya dan segera ke rumahnya untuk menyelawat dan ibunya berkata Salma meninggal dalam keadaan tersenyum, mendengar itu, aku berfikir bahwa ia meninggal dalam keadaan bahagia karena impiannya terwujud, pada saat aku pulang, aku melihat Lukisan yang diberikannya dan ketika aku membalik lukisan itu tertulis kalimat terima kasih karena telah mendukung penuh impianku, aku tersenyum dan aku juga yakin bahwa ia sudah tenang di surga sana.
Aku mengambil kesimpulan lagi bahwa, sebuah penyakit yang mematikan bukan penghalang mewujdukan impian.